BAGI MEREKA YANG SERING MEMARAHI ANAK-ANAK DI DALAM MASJID, SEBAIKNYA BACA TELADAN NABI MUHAMMAD SAW BERIKUT INI...






BRITA7 - Perlakuan kasar kepada anak-anak pasti akan menancap hebat di dasar hati dan menjadi mimpi buruk bertahun-tahun lamanya, inilah yang dialami sebagian anak-anak diseluruh dunia yang mendapati kemarahan dari orang tua di dalam Masjid ketika melakukakan kebisingan, alhasil sebagian mereka yang dimarahi tidak kembali pergi ke Masjid sampai seumur hidupnya karena trauma tersebut.

Dr Umar Abdul Kafi pernah berjumpa dengan seorang lelaki berumur senja. Enam puluh tahun. Sosok penulis buku al-Wa’dul Haq ini tidak menemukan sinyal tanda sujud didalam diri lelaki yang ditemuinya itu. Dengan begitu hati-hati, beliau membulatkan tekad untuk ajukan satu pertanyaan, “Kapan paling akhir kali Anda menghadapkan diri pada Allah Ta’ala di Masjid? ”

Seraya menundukkan pandangannya, lelaki ini berujar, “Sekitar lima puluh lima tahun silam. Waktu usiaku lima tahun.. ”

“Aku bergegas lakukan shalat bersama sahabat-sahabatku. Tetapi, ada seseorang lelaki dewasa yang mendatangiku sambil berkata ketus, ‘Enyahlah kalian! Berdirilah disana (menunjuk arah luar masjid). Shalatlah disana!. ’”

Saat itu juga, lelaki itu keluar serta tak pernah lagi menuju masjid untuk beribadah. Selama-lamanya. Sisa sakitnya masih tertancap kuat didalam benak serta nurani si lelaki ini.

Sebagai jamaah tetaplah di satu masjid, terkadang kita tidak dapat berlaku bijaksana. Walau sebenarnya, sikap bijaksana adalah simbol kematangan sekalian teladan dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.

Kita yang sering sebagian marah dengan anak-anak di masjid saat mereka ramai, mungkin saja lupa dengan apa yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.

Beliau pernah turun dari mimbar untuk mendekati cucunya yang tengah lari, lalu menggendongnya serta kembali meneruskan khutbah.

Kemarahan kita makin mencapai puncak waktu terasa paling khusyuk. Kita menduga kalau celoteh anak-anak serta tawa kecil mereka adalah hanya satu sebab tercerabutnya khusysuk yang kita usahakan dengan sulit payah. Alhasil, kita dengan gegas menyalahkan sebab serta berupaya untuk selekasnya mengenyahkannya dengan seluruh kekuatan yang kita punyai sebagai orangtua.

Mungkin saja, kita lupa. Kalau kemarahan yang kita muntahkan sangat besar peluangnya untuk singkirkan anak-anak dari masjid-masjid. Serta nantinya, saat kita betul-betul meninggal dunia, di masjid tidak ada lagi yang melanjutkan rutinitas baik kita. Sebab anak-anak yang sudah tumbuh dewasa itu malas menuju masjid. Trauma karena kemarahan yang dulu pernah kita lontarkan tanpa ada sedikit juga kemauan untuk mengemukakan nasehat.

Pada Anda yang sering melemparkan kemarahan pada anak-anak di masjid atas nama kekhusyukan serta terasa paling layak memarahi, camkan cerita ini baik-baik. Sebab cerita ini sangat riil serta sangat dapat menerpa Anda sekalian.

Apabila Anda pernah mengerjakannya, bergegaslah untuk memohon ampun pada Allah Ta’ala karena Anda sudah menghambat seseorang hamba dari mendekat serta melaksanakan ibadah kepada-Nya.


Wallahu a’lam. 
Pirman/Kisahikmah